Karnaval Kemerdekaan RI Bandung 26 Agustus 2017
Sudah lama saya dengar di radio mobil kalau pesta Karnaval Kemerdekaan tahun 2017 ini akan dilaksanakan di kota saya, Bandung. Rumornya waktu itu Presiden akan hadir di sana dan para peserta fashion festival pun turut memeriahkan suasana. Sebagai trade-off kemeriahan ini, beberapa jalan di Bandung akan ditutup. Oleh karena itu, saya pun berencana meninggalkan kendaraan saya di rumah dan pergi naik ojeg online “gojeg”.
Hari perhelatan karnaval pun tiba, saya melakukan top-up “gopay” agar dapat diskon 5 ribu rupiah dari upah jasa ojeg. Awalnya tidak macet hingga persis di depan sektretarian P2TP2A Bandung di jalan Wastukencana beberapa polisi menghentikan lalulintas untuk memberi jalan Bapak Presiden. Karena saya tidak mau menunggu, saya pun memutuskan untuk jalan kaki ke Taman Vanda. Saya dapat informasi kalau puncak iring-iringan karnaval di Taman Vanda. Saya tidak menyangka, ternyata sepanjang jalan sudah sangat ramai dan berdesakan.
Tujuan saya datang ke lokasi itu tak lain tak bukan adalah ‘motret’. Gear D7200 dan lensa kit 18-140mm sebenarnya sangat cocok namun terlalu berat untuk dibawa saat itu. Apa boleh buat, saya hanya bawa lensa itu dan zoom-nya cukup nyaman untuk dipakai shoot jarak sedang. Saya beruntung gear saya itu memang diperuntukkan untuk event jalanan seperti ini. Sambil menunggu Bapak Presiden yang tak kunjung lewat padahal sudah 2 jam beridiri di lokasi, saya mencari-cari objek yang menarik buat difoto.
Objek pertama, anak-anak yang digendong Bapaknya yang penasaran ingin lihat Pak Jokowi.
Berikutnya, saya menemukan wajah-wajah penuh penantian berikut.
Bahkan para petugas keamanan pun bingung, kenapa Pak Presiden gak datang juga.
Bahkan saya bisa melihat wajah lelah para pengisi acara.
Tapi disela-sela kelelahan, saya pun gak sengaja memotret ini.. (sepertinya ini sengaja).
Tolong abaikan caption gambarnya.. itu hanya bercanda. Tapi menunggu Pak Presiden lewat itu memang melelahkan. Saya berdiri dari pukul 14.00 WIB dan iring-iringan baru tiba Ba’da Ashar sekitar pukul 15.45 WIB. Karnaval diawali dengan mobil Pak Presiden. Pak Presiden dan Ibu Negara naik di atas mobil hias bersama dengan Pak Gubernur Jabar.
Persis dibelakang Mobil Pak Presiden ada mobil para artis.
Di belakang rombongan Artis barulah rombongan karnaval dari seluruh provinsi di Indonesia.
Berikutnya selamat menikmati gambar-gambar jepretan gear D7200 dengan lensa kit 18-140 mm.
Kabarnya acara berlangsung sampai malam, namun sebelum Maghrib kaki saya sudah tidak bisa dikompromi. Saya pun memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Karena pulang lebih awal saya bisa dengan mudahnya menemukan angkot dalam keadaan kosong. Tidak terbayang kalau pulang pas acara selesai, bisa pulang jalan kaki saya. Haha..
Grand Finale
Tampaknya blog ini akan kehabisan ruang yang diijinkan dalam versi gratis. Sekarang sudah total 783 pos + 1 postingan ini serta 1.400 komentar yang komen-komennya gak semuanya bermakna (tanpa mengurangi rasa terima kasih saya kepada yang memberikan komen positif/negatif asalkan bukan iklan/spam). Chapter-chapter terakhir postingan blog ini sudah semakin dekat. Momen 5% ini akan saya sebut sebagai Chapter Grand Finale.
Menanti Golden Hour di Kotabaru Parahyangan
Berangkat pukul 14.45 dari Cihanjuang, niatnya ingin ke Masjid Al-Irsyad Kotabaru Parahyangan. Shalat Ashar di sana sekaligus ingin motret golden hour sunset. Hari minggu ini kebetulan jam tersebut jalan tol masih sepi, kami sampai tepat adzan Ashar berkumandang.
Ba’da Ashar, saya pun mulai hunting foto sunset. Namun berhubung hari masih siang dan matahari masih cukup tinggi, saya harus bersabar beberapa menit agar dapat posisi matahari tepat di belakang bangunan mesjid. Sambil menunggu, kami pun pindah lokasi ke pusat jajanan di depan Rumah Sakit Kawaluyan. Saya dapat sate porsi jumbo seharga 20 ribu di sana sedangkan keponakan saya menikmati baso tahu dengan harga yang sama. Tampaknya keponakan saya lebih menginginkan sate saya ketimbang baso tahunya, sehingga sebagian saya bagi untuk dia.
Meskipun jumbo, waktu untuk makan makanan ini tidak lama. Saat kami selesai makan, matahari masih cukup tinggi. Kami pun bersantai sejenak di lokasi ini. Saya sempat mengambil beberapa foto di lokasi ini.
Bosan di tempat ini kami kembali ke lokasi Masjid Al-Irsyad. Kembali, matahari masih cukup tinggi, saya pun mengambil beberapa foto sambil menunggu saat matahari cukup tergelincir di barat.
Sekitar pukul 16.45 WIB., saat yang saya tunggu pun muncul. Saya ambil beberapa gambar, kemudian kami beranjak pulang. Meskipun menunggu lama namun saya cukup puas dengan hasil jepretan saya.
Rileks dengan Lensa 70-300mm Tanpa VR
Beberapa kali diskusi dengan teman yang memang sudah expert dalam bidang fotografi, banyak yang bilang kalau lensa tele (Nikon ya..) terbaik adalah 70-200mm f/2.8. Terbaik dalam arti luas, kemungkinan menurut saya terbaik karena multi-fungsi. Banyak yang bilang lensa ini terbaik untuk sport, foto hewan peliharaan maupun wildlife, fashion, portraits, street, hingga foto low-light maupun direct sun-light. Harganya pun terbaik, dengan kualitas terbaik tersebut lensa ini dibanderol seharga sekitar 34 juta (2017). Hmm.. Ok.. lensa ini untuk fotografer yang serius. Saya belum mencapai tahap fotografer serius, saya ingin lensa tele yang tidak terlalu serius, saya ingin yang rileks.
Browsing di web, ternyata ada lensa tele ekonomis. Saya katakan ekonomis ya, bukan murah. Dengan harga sekitar 1,4 jutaan saja (2017) bisa memiliki lensa 70-30mm f/4-5.6 tanpa reduksi getar (VR Nikon) dan tanpa auto fokus di lensa (AF-D). Setiap lensa pasti ada karakternya, tak terkecuali lensa ini. Mampu menyaingi 70-200mm f/2.8? Baca harganya saja tidak mungkin lah!
Seberapa jauh lensa ini mampu zooming? Bagi yang tahu daerah Bandung, posisi saya di jembatan layang Pasopati masih dapat memonitor aktivitas pekerja bersih-bersih di gedung hotel area Cihampelas Walk.
Dalam kondisi minim cahaya, kemampuan lensa ini tak jauh dari kualitas kamera handphone. Absennya VR (vibration reduction) berarti shutter speed saat memotret setidaknya 1/1000 detik dalam posisi full zoom, sebagai pay-off nya ISO dan diafragma pun mengalah. Sialnya diafragma maksimum pada full zoom adalah f/5.6, hal ini mengakibatkan ISO harus mengalah total. Jelek? Nanti dulu.. Seperti kata saya sebelumnya, setiap lensa pasti ada karakternya.
Silahkan Anda duduk rileks di luar ruangan saat cahaya matahari cukup, ambil tripod yang kokoh dan pasangkan kamera dengan lensa ini. Tripod hanya digunakan untuk menopang kamera saja, head tidak perlu dikunci agar tangan kita bebas memutar arah kamera. Cari objek-objek menarik baik dalam kondisi diam maupun bergerak dengan jarak yang memadai. Atur auto fokus ke mode tracking. Kapanpun Anda siap, ambil gambar itu. Berikut beberapa hasil gambar D7200 + 70-300mm Non VR oleh amatiran seperti saya..
Saat langit cerah, hasil gambarnya impresif. Harga ekonomis namun tidak murahan. Selanjutnya, saya coba masuk ke dalam ruangan mencari objek model orang yang bisa saya foto sambil duduk rileks. Hasilnya..
Saat saya sedang asing nyeruput kopi, tampak dari kejauhan seekor kucing melintas di tengah jalan. Sambil rileks saya arahkan fokus ke matanya yang biru dan hasilnya …
Terakhir, lensa 70-300mm non VR ini jelas adalah lensa teman rileks Anda. Mungkin karakter lensa ini adalah potrait karena saya belum coba untuk yang lain. Blur background nya (bokeh) sedang, ketajamannya tergantung kecekatan fotografer. Low-light sudah jelas kewalahan, high speed object bisa saja asal fotografer sanggup stabil mengimbangi kecepatan objek. Tripod tidak wajib tapi lebih baik ada. Harga? Ini adalah lensa DSLR brand Nikon termurah yang ada di website-website toko kamera. Haha..
Warna-Warni Festival Teluk Humbold 2017
Ini kali pertama saya ke tanah Papua, Kota Jayapura. Akhirnya kita bertemu, tanah di ujung timur negeriku. Saya turut membawa kamera DSLR saya ke sini, berharap ada momen bagus yang bisa saya capture. Nanti saja cerita perjalanan saya ke sini, kali ini momen bagus yang dimaksud tanpa disangka muncul dalam bentuk Festival Teluk Humbold. Pucuk dicinta, ulam tiba..
Acara ini pada awalnya direncanakan dimulai pukul 9.00 WIT. Saya dengar akan ada sambutan besar di acara pembukaan festival yang dihadiri Wakil Gubernur Papua, Walikota dan Wakil Walikota Jayapura karena sehari sebelumnya kota Jayapura baru saja menerima anugerah Adipura. Apa daya, manusia berencana Allah menentukan. Pagi itu Jayapura diguyur hujan deras yang mengakibatkan banjir dan longsor. Bapak Walikota yang direncanakan mendarat di Sentani di pagi hari terpaksa ditunda pendaratannya karena bandara Sentani tidak bisa didarati pesawat. Acara pun mundur hingga pukul 11.30 WIT. Hujan hanya meninggalkan gerimis kecil, Tan dan Monj Pariwisata Port Numbay Jayapura pun mulai bersiap, berdiri dengan gagah dan anggun menyambut Wakil Gubernur Papua jajaran Muspida kota Jayapura.
Setelah tanya sana-sini, ternyata festival tahun 2017 ini adalah yang ke-9 kalinya. Festival ini menampilkan budaya dan karya seni masyarakat Papua. Sayang.. saya hanya bisa menyaksikan hari pertamanya saja, esok harinya saya harus terbang kembali ke Bandung, kota tempat tinggal saya. Oya.. Teluk Humbold ini nama lainnya adalah Teluk Yos Sudarso.